Kamis, 26 Juli 2018

ASAL USUL KOTA BATUSANGKAR

Asal Usul Kota Batusangkar

Batusangkar….
sebagian orang ada yang tw dan sbagian lainnya entahlah..
Mari kita kuliti kota Batusangkar hingga ke dasar2nya..
oSejarah kota batusangkar
Sejarah asal usul kota batusangkar
Kenapa bernama Batusangkar belum dapat diketahui dengan pasti,banyak yang menyebutkan batusangkar berasal dari kata batu dan sangkar, namun tidak diketemukan pasti dimana batu yang berada dalam sangkar ataupun batu berbentuk sangkar. yang jelas daerah ini sebelumnya dikenal sebagai Fort Van der Capellen selama masa kolonial Belanda, yaitu sebuah benteng pertahanan Belanda yang didirikan sewaktu Perang Padri. Benteng ini dibangun antara 1822 dan 1826 dan dinamai menurut nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda, G.A.G.Ph. van der Capellen. Kawasan ini secara resmi berganti nama menjadi Batusangkar pada tahun 1949, menggantikan nama kolonialnya.Setelah meredanya PRRI/Permesta, pada tahun 1957, kawasan ini diduduki oleh batalyon 439 Diponegoro, dan selanjutnya pada tanggal 25 Mei 1960 menjadi kantor Polres Tanah Datar. ( sumber: wikipedia )
Batusangkar memiliki dua pasar yang bersebelahan yaitu Pasar Atas dan Pasar Bawah.Pasar Atas terdiri dari penjual makanan mulai dari buah-buahan dan makanan ringan lainnya, minuman seperti es teler, alat-alat untuk menjahit seperti benang, toko buku dan kaset, warung makanan dll.Pasar Bawah yang terdiri dari gedung bertingkat dua atau disebut juga “Pasar Tingkek” (Pasar Tingkat).Pada Pasar Tingkat ini terdapat berbagai tempat penjahit dan penjual dasar kain, dan pada bagian bawahnya terdapat berbagai toko mulai dari toko buku, baju, sepatu dll.Di bagian belakang Pasar Tingkat masih banyak pedagang yang berjualan seperti toko baju, pedagang buah dengan lapak yang sederhana, pedagang sayur, dan rempah-rempah.Kemudian mengarah ke daerah Jati terdapat Pasar ikan dan Pasar daging.Di samping kanan Pasar Tingkat terdapat bangunan toko penjual emas dan di samping kiri Pasar Tingkat terdapat bangunan toko bahan-bahan bangunan dan pedagang plastik, bunga, kaca dll.
Selain pasar, di Batusangkar juga terdapat perkampungan di antaranya; Malana Ponco, Jati, Kampung Sudut, Baringin, Belakang Pajak, Diponegoro, Jalan Minang, Kampung Baru, Lantai Batu, Parak Jua, Pasar dan Sigarunggung. Nama-nama kampung/dusun ini merupakan bagian dari Nagari Baringin, dengan kata lain wilayah Batusangkar mulai dari pasar dan kampung-kampung di sekitarnya merupakan wilayah administratif Nagari Baringin.
Seperti kota-kota lainnya, Batusangkar juga termasuk kota yang heterogen. Walaupun masih didominasi oleh penduduk lokal yaitu Minangkabau, namun ada etnis lain yang tinggal di Batusangkar seperti Etnis Keling dan Etnis Tionghoa. Etnis Keling ini merupakan campuran dari orang Arab dan India, dan nama Keling berasal dari nama wilayah di India yaitu Kalingga.
Etnis Tionghoa atau lebih dikenal Etnis Cina, juga terdapat di Batusangkar.Ini juga ditandai dengan adanya kampung Cina yang berada di wilayah Kampung Baru. Kampung ini tidak lagi ditinggali oleh orang Cina karena setelah Indonesia merdeka penduduk Cina pindah ke daerah lain dan kampung ini diambilalih oleh pemerintah. Sebelum pengambilalihan ini, ketika Kolonial Belanda masih menguasai Batusangkar, Etnis Cina membeli tanah di daerah Kampung Baru ini kepada Belanda.Setelah kemerdekaan, Kampung Baru dijadikan asrama tentara dan didirikan gedung-gedung sekolah.Selain itu, masih ada bekas rumah orang Cina dan kuburannya di wilayah ini.Kepindahan orang Cina ini disebabkan karena Batusangkar tidak terlalu berkembang dari segi perdagangan, karena letak Batusangkar sendiri tidak pada jalur lintas seperti Bukittinggi dan Payakumbuh.
Berdasarkan namanya, Batusangkar termasuk kota yang unik. kota yang terdapat istano silinduang bulan ini Sebelum bernama Batusangkar yang merupakan ibukota kabupaten Tanah Datar, pada abad 19 (tepatnya tahun 1825) adalah bagian dari Afdeeling Darek (Afdeeling Padangsche Bovenlanden). Ibukota dari Afdeeling ini bukan Batusangkar melainkan Fort van der Capellen.Nama Batusangkar sendiri menurut cerita rakyat berasal dari nama sebuah batu yang mirip sangkar burung yang ditemukan di daerah “Guguk Katitiran” yang masih dalam kawasan Kota Batusangkar, namun batu tersebut dibawa oleh orang Belanda ke daerah asalnya. Selain itu pada awal abad 20 (tepatnya pada tahun 1913), Batusangkar baru dijadikan sebuah distrik oleh pemerintah Kolonial Belanda.Dalam arti Batusangkar masih berupa dusun kecil dan bagian dari Fort van der Capellen.
Fort van der Capellen adalah salah satu bukti sejarah penjajahan Kolonial Belanda dan menjadi salah satu pusat pemerintahan juga merupakan benteng pertahanan militer Belanda yang dibangun sekitar tahun 1824.8 Awal abad 19 Sumatera Barat dijadikan Resident dengan nama daerah administratifnya yaitu Residentie Padang en Onderboorigbeden (Keresidenan Padang dan daerah taklukannya). Residen ini dibagi menjadi dua District yaitu District Padang dan District Minangkabau.District dipimpin oleh seorang Adsistent Resident.Adsistent Resident Padang berkedudukan di Padang dan Adsistent Resident Minangkabau berkedudukan di Fort van der Capellen.
Di atas sebuah Bukit dekat Pagaruyung, Belanda mendirikan benteng yang diberi nama “Fort van der Capellen”. Penamaan benteng van der Capellen berasal dari nama salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu van der Capellen. Gubernur Jenderal van der Capellen inilah yang mengangkat de Stuers menjadi Residen pada tahun 1824
Pemerintah Kolonial Belanda sering mengganti bentuk daerah administratifnya seiring dengan pergantian gubernur jenderalnya di Sumatera Barat.Pergantian daerah administratif ini juga berpengaruh terhadap wilayah yang ada di Sumatera Barat khususnya Tanah Datar. Tanah Datar pada tahun 1825 adalah bagian dari Afdeeling Darek (Afdeeling Padangsche Bovenlanden), namun pada tahun 1833
bagian dari Afdeeling van Padangsche Bovenlanden yang dibagi ke dalam enam Onderafdeelingen yang salah satunya yaitu Fort van der Capellen, dengan seorang Controleur kelas 1 di Fort van der Capellen dan seorang Controleur kelas 4 di Tanjung Alam. Afdeeling yang dahulu dipimpin oleh seorang Adsistent Resident, tahun 1833 menjadi Onderafdeeling yang dipimpin oleh seorang Controleur.
Pada tahun 1841 pemerintah Kolonial Belanda kembali melakukan reorganisasi pemerintahan Sumatra’s Westkust sesuai dengan dikeluarkannya Besluit No. 1 pada tanggal 13 April 1841. Berdasarkan besluit ini, Tanah Datar kembali menjadi Afdeeling yang terdiri dari Distrik Tanah Datar, XX koto, IX Koto, Sumawang dan Batipuh. Tidak hanya pada tahun ini, reorganisasi pemerintahan Sumatra’s Westkust juga terjadi pada tahun 1865, 1866, 1876, 1880, 1892, 1898.13 Perubahan bentuk pemerintahan ini juga memberikan pengaruh terhadap daerah adminstratifnya. Misalnya berkurang dan bertambahnya suatu wilayah afdeeling, bertukarnya nama afdeeling menjadi distrik, dan masih banyak lagi bentuk perubahan yang dilakukan oleh Kolonial di Sumatra’s Westkust akibat reorganisasi tersebut
Pada tahun 1913 terjadi lagi reorganisasi pemerintahan Kolonial. Pada tahun inilah nama Batusangkar baru muncul. Afdeeling Tanah Datar yang kembali dipimpin oleh seorang adsistent resident dengan ibu kota Sawahlunto dibagi ke dalam empat Onderafdeeling. Salah satu Onderafdeeling tersebut yaitu Fort van der Capellen yang terdiri dari Districten Batusangkar dan Pariangan, di bawah pimpinan seorang Controleur dari Bestuur Binnenlandsch, dengan ibu kota Fort van der Capellen. Pada tahun 1913 inilah Batusangkar muncul sebagai distrik yang sebelumnya hanya sebagai daerah kecil/dusun kecil yang berada di dekat benteng van der Capellen.
Reorganisasi pemerintahan Kolonial masih tetap berlanjut.Pada tahun 1935 susunan Afdeeling Tanah Datar kembali berganti. Afdeeling Tanah Datar berganti ibu kota yaitu di Padang Panjang. Hal ini terjadi karena adanya perlawanan rakyat baik melalui partai politik yang menjamur awal abad 20 maupun perlawanan bersenjata.Selain itu Afdeeling Tanah Datar terdiri dari tiga Onderafdeeling, salah satunya Fort van der Capellen yang juga terdiri dari Distrik Batusangkar-Pariangan.Distrik ini juga dibagi menjadi Onderdistricten Pagaruyung, Salimpaung, Buo, Sungai Tarab-Limo Kaum dan Pariangan.Pejabat tertinggi di Onderafdeeling ini dipegang oleh seorang Controleur yang berkedudukan di Fort van der Capellen.
Pembangunan Fort van der Capellen juga tidak terlepas dari kekuasaan Paderi yang cukup besar di Tanah Datar.Jauh sebelum benteng ini ada, perang Paderi sudah lama berlangsung di Minangkabau. Tepatnya pada tahun 1803, ketika tiga orang haji pulang dari Mekkah yaitu Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piobang memperoleh gagasan yang tepat untuk melakukan tindakan pembersihan. Pembersihan ini sama halnya dengan kisah kaum Wahabi dalam menaklukkan Mekah dari kekuasaan dinasti Khalifah Usmaniyah dari Turki. Tindakan keras kaum Wahabi di Mekah ini yang akan diterapkan oleh tiga orang haji tersebut di Minangkabau
Datar yang menjadi pusat Kerajaan Pagaruyung, pengembangan ajaran Paderi banyak mendapat perlawanan yang keras, sehingga terjadilah perang antara kaum Paderi dan kaum adat di Tanah Datar.Ketika pihak Kerajaan Pagaruyung merasa tersudut oleh Paderi maka Sutan Alam Bagagarsyah mencari bantuan Inggris yang berkedudukan di Padang. Pada saat yang sama, Padang diserahkan Inggris ke Belanda berdasarkan Konvensi London tahun 1814, namun Sumatera Barat ( sumbar ) baru dikuasai Belanda tahun 1819. Setelah Belanda menerima Padang dari Inggris, para penghulu dan kerabat Kerajaan Pagaruyung yang beramai-ramai meminta bantuan Belanda untuk mengalahkan Paderi dari nagarinya masing-masing
Pemerintah Kolonial mengambil kesempatan yang “besar” dari para penghulu dan Raja Pagaruyung yang dijabat oleh Daulat Yang Dipertuan Sutan Alam Bagagarsyah.Pemerintah Kolonial membantu para kaum adat ini tentu dengan syarat yang lebih pula.Kemudian Pemerintah Kolonial membuat perjanjian pada tanggal 10 Februari tahun 1821 yang pada dasarnya berisi tentang penyerahan Alam Minangkabau pada pemerintah Kolonial. Setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, pemerintah Kolonial mulai bergerak dan melakukan perang dengan kaum Paderi tahun 1821 hingga tahun 1838 Perang inipun banyak memakan korban jiwa baik di pihak Kolonial Belanda maupun pihak Paderi sendiri.
Batusangkar yang dijadikan Ibu kota Kabupaten Tanah Datar memiliki perjalanan tersendiri. Perkembangan dari kota ini walaupun tidak cukup signifikan namun cukup memberikan perubahan dari segi tata kotanya. Misalnya dari segi pembangunan benteng, rumah asisten residen, sekolah, dan masih banyak lagi bangunan-bangunan Belanda yang akan penulis teliti di kota Batusangkar. Selain itu sejarah kota juga tidak terlepas dari situasi administrasi pemerintahannya atau politik pemerintahan serta sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya.
itulah sejarah dari kota batusangkar…

1 komentar: