Sejarah Asal Tari Piring Minangkabau
Aulia Taufik Putiharjo
Indonesia memiliki banyak pulau-pulau dan juga memiliki banyak tradisi seni dan kebudayaan yang tinggi. Salah satu tradisi seni tersebut adalah Tari. Untuk sahabat setia istana sejarah, sebelumnya kita sudah membahas tentang masakan yang berasal dari Sumatra Barat yaitu rendang. Kali ini kita akan membahas tradisi seni dari Sumatra Barat. Tari yang berasal dari Sumatra Barat bernama Tari Piring. Masyarakat minang atau minang kabau menyebut tari ini dengan sebutan Tari Piriang.
Tari Piring atau Tari Piriang adalah salah satu seni tari khas Sumatra Barat. Tari ini menggunakan properti sepasang piring yang dimain-mainkan dikedua tangan penarinya sehingga tari ini disebut tari piring. Di dalam tari piring, gerak dasarnya terdiri daripada langkah-langkah Silat atau silek Minangkabau. Tari piring berasal dari daerah Solok, daerah yang cukup terkenal di Sumatera Barat.
Dahulu kala, sebelum masuknya Islam di Sumatra Barat, masyarakat Minangkabau mayoritas masih memeluk agama Hindu, Budha, dan sebagian Animisme. Pada waktu itu, masyarakat minang kabau setempat mempunyai ritual yaitu menyembah dewa-dewa. Menyembah dewa ini adalah ritual rutin mereka untuk mengucapkan rasa syukur setelah mendapatkan hasil panen yang banyak. Mereka percaya hasil panen mereka yang melimpah ruah ini adalah pemberian dari para dewa-dewa mereka. Masyarakat melakukan ritual dengan mengutus anak gadis mereka untuk mengadap dewa-dewa. Anak Gadis menghadap dewa dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dan menari dengan gerakan yang dinamis. Inilah awal mula terciptanya tari piring ini yang dipercaya telah dilakukan sejak 800 tahun yang lalu.
Pada Masa Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-8, Tari ini sangat terkenal di Sumatra Barat dan tari piring sudah menyebar ke wilayah Melayu. Hingga pada masa kejayaan kerajaan Majapahit pada abad ke-16 pun, tari piring semakin mentradisi. Tari piring tidak lantas ikut jatuh atau hilang disaat kerajaan Sriwijaya yang jatuh pada abad tersebut. Tari piring malah mengalami perkembangan ke wilayah-wilayah lain seiring lenyapnya para pengikut Sriwijaya. Pertukaran pemegang kekuasaan peradaban membuat adanya perubahan dari konsep, orientasi dan nilai pada Tari Piring.
Masuknya agama islam yang dibawa oleh kerajaan Majapahit di Sumatra Barat, mengubah peruntukan atau tujuan dan maksud dari Tari Piring itu sendiri. Persembahan untuk para dewa yang dilakukan dengan menari tari piring dihapuskan. Tari piring bukan lagi ditujukan sebagai tari persembahan bagi para dewa, melainkan sebagai tarian yang dipersembahkan untuk raja maupun pejabat penting sebagai hiburan pada acara khusus di kerajaan dan juga tari piring diperuntukan sebagai tontonan bagi masyarakat.
Tari Piring Saat Ini
Saat ini tari piring tidak asing lagi, tari piring banyak kita jumpain di acara-acara pernikahan adat minang. Tari piring memang dulunya dipersembahkan untuk para raja. Arti dan makna Tari Piring sendiri sudah mempunyai makna dan diartikan secara luas. Dalam hal ini, raja tidak harus kepala negara atau pemimpin kekusaan politik pada rakyatnya, tapi bisa diartikan atau diibaratkan dengan sepasang pengantin. Sang pengantin adalah raja dan ratu, yaitu “raja dan ratu sehari”.
Untuk mengiringi tarian ini, masyarakat biasanya menggunakan alat musik khas minang kabau Sumatra Barat yaitu alat musik Suling (Saluang) dan Talempong. Menurut seorang sejarahwan tarian ini tidak boleh dibawakan jika penarinya tidak dalam jumlah yang ganjil. Biasanya tarian ini terdiri dari lima sampai tujuh penari. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan. Warna merah dan kuning keemasan dipercaya masyarakat minang kabau sebagai warna keberuntungan dan sumber kekayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar