Sunan Bonang (Dewang Bonang Sutowano?)
Beliau murid dari Tuanku Syekh Maghribi Maulana Malik Ibrahim atau dikenal sebagai Sunan Gresik.
Dewang Bonang Sutowano adalah kakak dari Dewang Pandan Putowano Tuanku Maharaja Nan Sakti (I), Yang Dipertuan Daulat Raja Alam Minangkabau yang berke dudukan di Balai Gudam Pagaruyung.
atas anjuran Tuanku Maharaja Sakti, Tuanku Syaikh Maghribi diminta pula untuk berdakwah mengislam kan raja-raja Majapahit di Jawa.
Untuk itu, Tuanku Syaikh Mahgribi didampingi oleh kakak kandung Tuanku Maharaja Sakti sendiri, yakni Dewang Bonang Sutowano (Sang Hiyang Wenang Sutrawarna). Seorang raja yang lebih suka mengembara dan merantau, kemudian dikenal sebagai seorang raja yang mengislamkan penduduk Bugis sampai ke Sulu, di Sulawesi. Baginda inilah yang populer disebut sebagai Raja Baginda seorang bangsawan Minangkabau yang pada tahun 1390 M berkelana sampai ke Sulu dan Mindanao.
Di Sumatera, Dewang Bonang Sutowano disebut sebagai Rajo Suto ( Raja Sutra, Raja Sang Suhita), yang merupakan murid utama Tuanku Syaikh Maghribi. Beliau selalu ikut mendampingi gurunya dalam perjalanan dakwah, mengikutinya sampai ke Gresik. Ada dugaan kuat, bahwa beliau inilah yang dikenal di Jawa sebagai Sunan Bonang. Sebelum itu, Tuanku Syaikh Maghribi juga punya pengikut di Indrapura, Bayang dan Padusunan Pariaman. Kesultanan Indrapura waktu itu merupakan pelabuhan samudera pertama dan tertua di pesisir barat Sumatera dan dikenal sebagai pelabuhan Samuderapura (di Teluk Air Dayopuro), telah berdatangan juga orang-orang dari Jawa Gresik untuk belajar lebih mendalam tentang agama Islam. Bahkan di sana juga terdapat perkampungan Gresik dan Sumedang yang dipimpin oleh seorang Adipati, dengan gelar Adipati Laut Tawar.
Bahkan atas kebijakan Tuanku Maharaja Sakti, Suwarnapura ibu kota kerajaan Suwarnabhumi Islam, dijadikan beliau sebagai pusat dakwah Islam dan berganti nama dengan Sumpur Kudus, artinya berasal dari Suwarnapura, Swanpur, kemudian menjadi Sumpur Kudus. Masyarakat pesisir barat Sumatera mengenal negeri itu sebagai “Makah Darek”, karena pada zaman tersebut negeri Sumpur Kudus merupakan pusat dakwah Islam di pedalaman Sumatera bagian tengah (darek). Ini dibuktikan pula kemudian negeri Sumpur Kudus ditetapkan sebagai negeri tempat kedudukan Raja Ibadat.
Raja Sutra ini yang dikenal di Jawa, menikah dengan Putri Ratna Kemala (Puti Reno Kumalo), memperoleh putra putri yakni Dewang Pati Rajowano (Pati Rajawane) dan Dewi Sri Megowani yang terkenal dengan nama kebesarannya Putri Kahyangan.
Dewang Pati Rajowano, kelak juga mengikuti Tuangku Syaikh Maghribi ke Gresik, dan kembali lagi ke Sumatera untuk kemudian menghadapi perang dengan Cina Kuwantuang, sampai ke Kerinci. Di Kerinci disebut namanya sebagai Radin (Raden) Serdang dan sebagai seorang pewaris kerajaan dan Mubaligh Islam lebih dikenal dengan nama Sultan Maharajo Hakikat. Dewang Pati Rajowano adalah kakak sepupu yang menjunjungkan mahkota kerajaan kepada Putri Panjang Rambut, Daulat Putri Mangkuto Alam Minangkabau, yang kelak bergelar Bundo Kandung pemegang Daulat Mahkota Rajo Alam Minangkabau. Kepahlawanan Dewang Pati Rajowano, terkenal sampai ke Sulawesi dan diabadikan dalam sebuah puisi berjudul “Dien Tamaela” oleh Chairil Anwar, dengan menyebutnya sebagai “Pati Rajawane”.
Menurut Tambo Radin Serdang yang disimpan oleh M.Rasyad Depati Muaro Langkap Tamiai, dikatakan bahwa :
Sultan Maharaja Hakikat keturunan Minangkabau di Pagaruyung yang dilepas ke Kerinci untuk menyebarkan Islam. Ia sampai dinegeri Tamiai Kerinci, dan ikut membantu perang melawan Cina Kuantung yang datang menyerang dari negeri Sungai Ngiang Bengkulu. Sultan Maharaja Hakikat menetap di Tamiai dengan nama Radin Serdang, kawin dengan anak Bagindo Sibaok, Segindo Tamiai (Raja Tamiai).
Kemudian ia pergi ke Gresik, kawin dengan seorang putri Cina peranakan, beranak seorang perempuan yang kawin dengan Tuanku Barakat (Si Barakat). Tuanku Barakat adalah seorang Syaikh yang datang dari tanah Arab, dan dari perkawinannya dengan putri kandung Sultan Maharaja Hakikat beranak seorang putra dan diberi gelar kehormatan yang sesuai dan sama dengan gelar-gelar kehormatan Islam yang dijunjung Sultan-Sultan dari Kesultanan Kerajaan Indrapura, Penguasa Pesisir Barat Minangkabau yakni Sultan Ahmad gelar Sultan Muhammadsyah. Kemudian Sultan ini menurunkan Raja-Raja bergelar Sultan pula di Brunei Darusalam.[2]
Permaisuri dari Tuanku Maharaja Sakti Dewang Pandan Putowano, Tuan Gadis Puti Reno Bungsu menggantikan kedudukan suaminya sebagai Raja Perempuan dengan menyandang gelar Puti Reno Silindung Bulan, Daulat Tanjung Bungo Raja Parit Koto Dalam. Naik tahta selama 3 tahun
Sumber=lubukgambir.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar