Padang Riwayatmu Dulu
Siapakah kelompok asli yang menduduki Kota Padang ? Ada catatan yang mengatakan yang datang pertamakali adalah pada akhir abad ke -15 datang dari wilayah lembah Gunung Merapi dan Singgalang dia mereka membawa alat perkakas berupa PADANG SINGKEK ( Ladiang, ruduih dan kapak) untuk mengolah lahan. Mereka pertama kali menempati sebuah gurun disebarang kiri Batang Arau yang kemudian terkenal dengan Seberang Padang. Mereka hidup berkelompok dengan pimpinannya tinggal di sebuah rumah dengan sebutan “ rumah limo ruang”. Kemudian baru datang kelompok dari Solok-Salayo. Daerah baru yang mereka olah ini mereka namakan “rantau”.
Menurut cerita lama, mereka yang turun dari Solok-Salayo (Kubung Tigobaleh) pertama kali bernama Datuak bandaro Marajo Besar, dia datang pada awal abad ke-16. Setelah mereka berkembang dan membentuk nagari dan pemerintahan penghulu, tercatat delapan nama yakni :
1.Dt. Marajo Bandaro Marajo Besar ( Bodi Caniago- Sumagek);
2.Dt.Rajo Dihilir ( Bodi Caniago-Mandaliko);
3.Dt.Marajo Lelo (bodi Caniago- Panyalai);
4.Dt.Paduko Magek ( Koto Piliang- Malayu);
5.Dt.Sangguno Dirajo (Koto Piliang-Tanjuang Sikumbang);
6.Dt.Rajo Gunuang Padang (Koto Piliang –Tanjuang Balaimansiang);
7.Dt. Rajo di Padang ( Koto Piliang- Tanjuang Koto) dan ;
8.Dt. Rajo Indo Bumi ( Bodi Caniago- Jambak ).
Meraka awalnya bermukim di daerah Binuang, lama kelamaan wilayahnya berkembang dan meluas dari Muaro hingga Pauh IX. Tiap suku dikepalai oleh seorang penghulu dimana mereka berada. Dari delapan penghulu ini kemudian muncul delapan wijk di Padang.
Dan pada tahun 1621 Bengkulu diduduki oleh seorang Jenderal aceh bernama Sari Dana dan di padang dia menempatkan seorang Panglima Nando. Orang Aceh mendirikan benteng di enam tempat : di Binuang antara Ranah dan pasar (kemudian jadi wijk VII), di Parak Gadang dan Parak Laweh 9kemudian menjadi wijk V), di Batuang Taba, Tanjuang Saba, Gurun Laweh dan di nan XX ). Kepala orang Aceh mendirikan istana di wilayah Pondok dan temapt kuda kuda mereka di kandangkan.
Pada tahun 1660 komisaris Pieter Bort dalam perjalanannya ke Aceh, singgah di Padang. Dia meninggalkan seorang wakil dagang dan empat kelasi dan seorang juru tulis. Mereka menyewa sebuah rumah. Dan bersepakat orang Aceh, Melayu dan Belanda, akan mendirikan gedung dagang yang baik.
Pada tahun 1661 datang lagi seorang pedagang VOC tetapi rakyat setempat dan orang aceh tidak mau berhubungan dengan mereka. Oleh sebab itu VOC pindah ke Salido dekat Painan.
Pada tahun 1663 penduduk Padang menentang orang Aceh dan memutuskan kembali memanggil orang Belanda yang telah membuat benteng dan pangkalan dagang di Pulau cingkuak Painan. Pada tahun 1665 dengan bantuan Belanda orang Aceh di serang setelah bermukim selama 44 tahun di Padang . Belanda menyerang dari laut sementara dari arah darat Ujung Karang di serang oleh orang Padang.
Pada tahun 1667 mulailah VOC (Verenigde Ost Indisehe Company) berdiri di padang. Datuak Orangkayo Kaciak yang menjemput orang Belanda dari Pulau Cingkuak Painan diangkat menjadi Panglima Padang pada tanggal 18 Agustus 1667. Jumlah penghulu yang semulanya 8 orang dinaikan jumlahnya menjadi 13 orang. Keempat penghulu ini adalah : Dt. Tumangguang dan Dt. Rangkayo Besar ( pasar hilir), Dt.Indo Ganti dan Dt. Sutan Besar ( pasar mudiak) .
Pada akhir tahun 1667 datanglah Joris Pits dan wakilnya Melchior Hurt. VOC menyadari dan melihat Padang sangat strategis dan dijadikan pusat perdagangan dan pemerintahan. Pulau Cingkuak, dan Batang Arau lebih baik dijadikan sebagai daerah pelabuhan. Melalui penghulu terkemuka Padang yang bernama Orang Kayo Kaciak VOC dapat izin mendirikan loji pertama pada tahun 1667 di kota Padang. Dan pada tahun 1669 Hurt menempatkan seorang agen di Koto Tangah dan mendirikan disana gudang dan loji. Penghulu pada waktu itu adalah bernama Datuk Rajo Hulubalang.
Inilah titik awal Padang tumbuh sebagai sebuah kota. Tidak cuma sebagai pelabuhan tetapi juga sebagai pusat perdagangan. Gudang-gudang besar mulai dibangun untuk tempat pengumpulan barang. Pelabuhan Muara begitu sibuk melayani arus perdagangan, sehingga wilayah ini tumbuh menjadi pusat pemukiman.
Belanda tidak saja meluaskan perdagangannya melalui VOC, tetapi mulai dapat memerintah masyarakat. Dari Muara Padang ini pusat pemerintahan dan perdagangan Belanda digerakkan ke seluruh pelosok Sumatera bagian tengah.
Pada tahun 1668 yang menjadi kepala pemerintahan di daerah selatan Padang dan Bengkulu adalah:
Daerah Si Guntur adalah Rajo nan Setia;
Daerah Tarusan adalah Rajo Hitam;
Daerah Bayang adalah Sutan Salahhuddin;
Daerah Indrapuro adalah Sutan Muhammadsyah;
Daerah Manjuto di perintah oleh tiga orang : Laksamana, Imam Panjang dan Siak Pangulu;
Daerah Airdikit dipimpin oleh dua orang : Datuak Mudo dan Datuak Rajo Gamuyang;
Daerah Bantal 8 orang : Temangung, Rajo Kaciak Besar, Harimau Laut, Datuk Mudo, Datuk Rajo, Mandi Kayo, Paduko Amat dan Mesal Bumi.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpuasan dikalangan rakyat. Rakyat merasakan bahwa Belanda tidak lagi berdagang, tetapi sudah menjajah. Rakyat mulai melakukan perlawanan. Puncaknya terjadi pada tanggal 7 Agustus tahun 1669 di mana masyarakat Pauh dan Koto Tangah berhasil menguasai loji-loji Belanda di Muara serta banyaknya Belanda yang dibunuh. Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai tahun kelahiran Kota Padang. Setiap tahunnya diperingati sebagai hari jadi kota Padang.
Sumber: Padang Riwayatmu Dulu oleh Rusli Amran. 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar