Asal Usul 4 Nama daerah. Pungguang Ladiang, Sicincin, Kapalo Hilalang, dan Koto Nan Alah.
Kejadian bermula sekitar Tahun 1686 M. dimana merupakan hari Keberangkatan Pakiah Pono yang kini sudah bergelar Syeikh Burhanuddin untuk meninggalkan mesjid Singkil selama-lamanya. Pakiah Pono alias Syeikh Burhanuddin dilepas Syeikh Abdurrauf dengan sebuah taufah dan membekalinya perahu disertai 70 orang yang akan mengawalnya selama dalam perjalanan. Rombongan ini dipimpin oleh seorang Panglima yang bernama "Katib Sangko" / Katik Sangko yang berasal dari nagari Gunung Tigo Tandikek kecamatan VII Koto Sungaisarik, Padang Pariaman- yang dulu beragama Hindu, kemudian di Aceh dia di Islamkan, yang berlayar dengan Tentara Hindu Rupik, kemudian menuntut ilmu pada Syeikh Abdurrauf kini dia diminta untuk mengantarkan Syeikh Burhanuddin sampai di kampung halamannya. Alasan Syeikh Abdurrauf membekali Syeikh Burhanuddin pengawal karena dia yakin nanti akan mendapat tantangan berat sebab kala itu masyarakat Pariaman masih kental memeluk agama Hindu Budha sehingga banyak tukang –tukang sihir akan merintangi karena mereka tidak senang kesenangannya di usik dan ganti. Setelah bertolak dari Aceh rombongan Syeikh Burhanuddin singgah di Gunung Sitoli untuk menambah bekal air Minum maka disitu rombongan menggali sumur yang airnya tidak payau layaknya air dekat tepi Pantai melainkan bagai air pergunungan. Setelah selesai shalat dan perbekalan dicukupkan maka rombongan Syeikh Burhanuddin bertolak kembali menuju Pariaman. Menurut hikayat sumur yang ditinggalkan itu dijadikan orang sebagai tempat berobat maka bernamalah dia menjadi sumur niaik dan kemudian oleh perubahan dialek menjadi sumur nieh dan pulaunya dinamakan Pulau Niaeh (kini namanya Kepulauan Nias). Jauh berlayar akhirnya rombongan Syeikh Burhanuddin tiba di Pulau Angso dimuka pantai Pariaman dan istirahat selama dua hari, kiranya selama itu pecah berita dimasyarakat bahwa ada rombongan kapal Aceh yang datang merapat di Pulau, nama Panglimanya Katib Sangko membawa seorang yang bergelar syeikh Burhanuddin dengan tujuan untuk mengembangkan agama baru. "Berita dari nelayan ini menyulut kemarahan tukang sihir “Pemuka nan Barampek” di VII Koto Sungai Sarik, mereka adalah "Kalik-Kalik Jantan", Gagak Tangah Padang, Si Hujan Paneh, dan Si Wama. Keempat orang tersebut adalah panglima dan orang Bagak di sekitar Pariaman. sehingga mereka mengeluarkan segala kepandaiannya untuk mengusir rombongan syeikh Burhanuddin. Hiruk pikuk kemarahan para tukang sihir tidak membuat gentar Katib Sangko dia tetap menjalankan perintah gurunya mengantar Syeikh Burhanuddin ke Pariaman dengan selamat maka didayungnya kapal ke pantai. Dipantai kedatangan mereka tidak disambut dengan baik mereka ditolak sebelum mereka menyampaikan maksud kedatangannya maka terjadilah perkelahian / perperang yang memakan banyak korban baik dari Rombongan Katik Sangko maupun pihak penyihir, tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Ulakan yaitu tempat penolakan kedatangan Rombongan Syeikh Burhanuddin. Berita perkelahian yang memakan korban ini sampai ke basa nan barampek di Tandikek Tujuh Koto sehingga mereka segera menyusul untuk menangkap Katib Sangko. Dugaan mereka salah, kiranya rombongan "Katib Sangko" sangat kuat sehingga tiga dari keempat basa tersebut yaitu Gagak Tangah Padang, Sihujan Paneh, dan si Wama mati. Peristiwa ini membuat "Kalik-Kalik Jantan" gelap mata sementara rombonyan Katib sangko juga banyak yang tewas. karena mengetahui Kalik-kalik Jantan kebal terhadap senjata tajam akhirnya Katib Sangko yang melapor pada Syeikh Burhanuddin. Oleh Syeikh Burhanuddin Katik Sangko disuruh kembali ke Aceh melapor pada Syeikh Abdurrauf tentang kejadian ini dan minta petunjuk. Bagaimana mengalahkan Kalik-kalik Jantan. Oleh Syeikh Abdurrauf Katik sangko diajarkan cara menghilangkan ilmu kebal Kalik-kalik Jantan dan 150 bala bantuan yang lebih berpengalaman dalam berperang dikirim, dan terjadilah perang besar besaran...!!! "Katib Sangko" betempur mengadapi "Kalik Kalik Jantan" Mulai dari pantai pariaman, pertempuran tesebut meninggal jejak dibeberapa tempat yaitu, 1. Di "Pungguang Ladiang" yg mana Ladiang/golok Kalik kalik Jantan lepas dari genggamanya, dan ditertancp ditanah sehingga yg terlihat hanya punggungnya saja. 2. Sicincin, di situ adalah tempat putusnya jari manis Kalik Kalik Jantan. Sehingga jari dan Cincin Kalik-Kalik Jantan tertinggal ditempat tersebut. 3. Kapalo Ilalang, tempat tersebut Kepala Kalik Kalik Jantan terpisah dari badannya. Kepala tersebut terpenggal di ditengah-tengah Ilalang. 4. Dengan tubuh tanpa kepala, penyihir ini masih mampu bertempur menghadapi Katib Sangko hingga sasampai ke hulu batang mangoi di tepi hutan Tandikek, Dan tempat pertahanan terakhir Kalik-Kalik Jantan itu diberi nama "Koto Nan Alah" Disitulah tubuh "Kalik Kalik Jantan dimakamkan.
Foto=pasar sicincin thn 1985
Lubukpinang.blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar