Jejak Pagaruyung di Sulawesi
Sumber ( Radio Sikumbang )
Tinta sejarah terkadang luput mencatat nama-nama penting. Nama Nurudin Mahkota Alam Maharaja Pagaruyung tidak familiar di telinga orang Minang, Sumbar. Namun bagi Kerajaan Goa, Sulawesi, Nurudin punya jasa besar. Nurudin diduga merupakan ayah kandung dari Tuanku Imam Bonjol yang menyiarkan Islam sampai ke Sulawesi.
Penelitian sejarah jarang menyebutkan namanya dalam penyebaran Islam di Nusantara pada abad 14-16. Namun peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menemukan data penting mengenai sepak terjang Nurudin. Setelah mempejari tambo, arsip di Leiden dan sejumlah manuskrip ilmiah, peneliti LIPI menemukan bahwa di Sulawesi, keturunan Tuanku Imam Bonjol memiliki jejak peninggalan penting.
Peneliti LIPI juga menemukan asumsi bahwa Datuk Nurudin Mahkota Alam Maharajo Pagaruyung yang bermakam di Sandrobone, Sulawesi Selatan, adalah ayah Tuanku Imam Bonjol.
Hal itu terungkap pada seminar tokoh Minangkabau di Bekasi, Minggu (17/6). Seminar ini digelar Ikatan Keluarga Kabupaten Pasaman (IKKP) Jabodetabek, dan Ikatan Pemuda Pemudi Minangkabau Indonesia (IPPM). Seminar ini bertujuan membangun kesadaran masyarakat Minang terhadap sejarahnya.
Pembina IKKP dan IPPM, Emileizola mengatakan, Minangkabau memiliki peran strategis dalam sejarah Nusantara.
Selain dalam perjuangan kemerdekaan, peranannya yang tak kalah penting adalah mengislamkan daerah-daerah di Nusantara. Sekalipun hal itu tak tercatat dalam arsip daerah Sumbar, ternyata laporan Inggris dan arsip Leiden yang pernah menjajah Indonesia, keberadaan tokoh Minang ini cukup jelas dinyatakan sebagai tokoh yang berperan besar dalam menyiarkan Islam di Sulawesi.
Bahkan, negara-negara tetangga mencoba mencari benang merah proses islamisasi di negara mereka ke Minangkabau, akan tetapi mengecewakan, ka;rena data tak memadai, kata Emileizola.
Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Sumbar, Mudrika mengatakan, orang Minang kurang menghargai peran yang dilakukan para tokoh Minang dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, termasuk Sulawesi. Kita terkadang kurang menghormati tokoh-tokoh Minang, sementara Sulawesi memberi tempat tersendiri bagi orang Minang, kata Mudrika.
Dia menyebut, peran Nurudin dalam penyebaran Islam di Sulawesi merupakan penemuan serpihan sejarah. Peneliti perlu menelusuri kebenarannya. Bayangkan, kita hanya tahu Imam Bonjol. Tapi pertanyaan asal-usulnya tak pernah ada. Memang asal-usulnya tak jelas, sehingga banyak pihak yang mengaku keturunannya,ujar Mudrika.
Peneliti LIPI, Erwiza Erman mengatakan, sejak Adityawarman turun takhta, sejarah Minang seolah tak tercatat. Penelitiannya menyimpulkan, orang Minang pada abad 15-16 sangat kosmopolitan. Sesuatu yang tak pernah didengar sebelumnya.Orang Minang itu memang perantau sejak dahulu. Ternyata Sulawesi masuk daerah tujuan, terbukti dengan kemiripan prosesi adat,ujarnya.
Oktober 2011, Erwiza mulai meneliti di Makassar untuk melihat kuburan Datuk Mahkota yang tak memiliki nisan. Tak ingin sekadar berpatokan kepada kuburan, dia menelusuri lontarak atau tambo untuk mencari silsilah Datuk Mahkota. Dia juga memeriksa jejak-jejak korespondensi antara raja-raja Makassar dengan VOC. Thomas Diaz, pejalan Portugis yang ditugaskan VOC pernah menyebut-nyebut nama Datuk Mahkota. Meski tambo dikatakan mitos, dia tetap tak surut. Dia kemudian mengaitkan dengan sejarah tertulis bahwa raja Minang itu adalah seoang pejalan. Maka, tak mengherankan jika jejak budaya Minang banyak di daerah lain.
Ini membuktikan bahwa raja-raja Minang bukan boneka, yang seperti diceritakan Belanda. Padahal, mobilitas orang Minang sudah tinggi sejak abad ke-15. Bukti lain ada di Papua, Raja Ampat. Kenapa bukan Empat, ujarnya
Raja Goa, Andi Komala Ijo menyebutkan, masyarakat Goa yang mengalami islamisasi dari Minang sangat menjunjung tinggi orang Minang. Terbukti mereka rajin berziarah ke pusara Nurudin Mahkota Alam, .sayangnya, orang Minang sendiri tak ada yang datang ke sini, katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar