Kamis, 12 Juli 2018

Jejak Pagaruyung Di Sulawesi

Jejak Pagaruyung di Sulawesi

Sumber ( Radio Sikumbang )

 Tinta sejarah terkadang luput mencatat  nama-nama penting. Nama Nurudin Mahkota Alam Maharaja Pagaruyung  tidak familiar di telinga orang Minang, Sumbar. Namun bagi Kerajaan  Goa, Sulawesi, Nurudin punya jasa besar. Nurudin diduga merupakan  ayah kandung dari Tuanku Imam Bonjol yang menyiarkan Islam sampai ke  Sulawesi.
 Penelitian sejarah jarang menyebutkan  namanya dalam penyebaran Islam di Nusantara pada abad 14-16. Namun  peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menemukan  data penting mengenai sepak terjang Nurudin. Setelah mempejari tambo,  arsip di Leiden dan sejumlah manuskrip ilmiah, peneliti LIPI menemukan  bahwa di Sulawesi, keturunan Tuanku Imam Bonjol memiliki jejak  peninggalan penting.
Peneliti LIPI juga menemukan asumsi  bahwa Datuk Nurudin Mahkota Alam Maharajo Pagaruyung yang bermakam di  Sandrobone, Sulawesi Selatan, adalah ayah Tuanku Imam Bonjol.
Hal itu terungkap pada seminar tokoh  Minangkabau di Bekasi, Minggu (17/6). Seminar ini digelar Ikatan  Keluarga Kabupaten Pasaman (IKKP) Jabodetabek, dan Ikatan Pemuda  Pemudi Minangkabau Indonesia (IPPM). Seminar ini bertujuan membangun  kesadaran masyarakat Minang terhadap sejarahnya.
Pembina IKKP dan IPPM, Emileizola mengatakan, Minangkabau memiliki peran strategis dalam sejarah Nusantara.
Selain dalam perjuangan  kemerdekaan, peranannya yang tak kalah penting adalah mengislamkan  daerah-daerah di Nusantara. Sekalipun hal itu tak tercatat dalam  arsip daerah Sumbar, ternyata laporan Inggris dan arsip Leiden yang  pernah menjajah Indonesia, keberadaan tokoh Minang ini cukup jelas  dinyatakan sebagai tokoh yang berperan besar dalam menyiarkan Islam  di Sulawesi.
Bahkan, negara-negara tetangga  mencoba mencari benang merah proses islamisasi di negara mereka ke  Minangkabau, akan tetapi mengecewakan, ka;rena data tak memadai, kata  Emileizola.
Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan  Sumbar, Mudrika mengatakan, orang Minang kurang menghargai peran  yang dilakukan para tokoh Minang dalam penyebaran agama Islam di  Nusantara, termasuk Sulawesi. Kita terkadang kurang menghormati  tokoh-tokoh Minang, sementara Sulawesi memberi tempat tersendiri bagi  orang Minang, kata Mudrika.
      Dia menyebut, peran Nurudin dalam  penyebaran Islam di Sulawesi merupakan penemuan serpihan sejarah.  Peneliti perlu menelusuri kebenarannya. Bayangkan, kita hanya tahu  Imam Bonjol. Tapi pertanyaan asal-usulnya tak pernah ada. Memang  asal-usulnya tak jelas, sehingga banyak pihak yang mengaku  keturunannya,ujar Mudrika.
Peneliti LIPI, Erwiza Erman mengatakan,  sejak Adityawarman turun takhta, sejarah Minang seolah tak tercatat.  Penelitiannya menyimpulkan, orang Minang pada abad 15-16 sangat  kosmopolitan. Sesuatu yang tak pernah didengar sebelumnya.Orang Minang  itu memang perantau sejak dahulu. Ternyata Sulawesi masuk daerah  tujuan, terbukti dengan kemiripan prosesi adat,ujarnya.
Oktober 2011, Erwiza mulai meneliti di  Makassar untuk melihat kuburan Datuk Mahkota yang tak memiliki nisan.  Tak ingin sekadar berpatokan kepada kuburan, dia menelusuri lontarak  atau tambo untuk mencari silsilah Datuk Mahkota. Dia juga memeriksa  jejak-jejak korespondensi antara raja-raja Makassar dengan VOC.  Thomas Diaz, pejalan Portugis yang ditugaskan VOC pernah  menyebut-nyebut nama Datuk Mahkota. Meski tambo dikatakan mitos, dia  tetap tak surut. Dia kemudian mengaitkan dengan sejarah tertulis  bahwa raja Minang itu adalah seoang pejalan. Maka, tak  mengherankan jika jejak budaya Minang banyak di daerah lain.

Ini membuktikan bahwa raja-raja Minang  bukan boneka, yang seperti diceritakan Belanda. Padahal, mobilitas  orang Minang sudah tinggi sejak abad ke-15. Bukti lain ada di Papua,  Raja Ampat. Kenapa bukan Empat, ujarnya
Raja Goa, Andi Komala Ijo menyebutkan,  masyarakat Goa yang mengalami islamisasi dari Minang sangat menjunjung  tinggi orang Minang. Terbukti mereka rajin berziarah ke pusara  Nurudin Mahkota Alam, .sayangnya, orang Minang sendiri tak ada yang  datang ke sini, katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar