Rumah Gadang koto Rajo
Rumah Gadang Dalam rimbo
Di Koto Rajo, Situjuah Ladang Laweh. Kab. Lima Puluh Kota
Rumah gadang sambilang ruang, salanja kudo balari, sapakiak budak maimbau, sajariah kubin malayang, gonjongnyo rabuang mambasuik, antingnya – antiang nyo di samba alang., inilah ungkapan kebesaran dan kemegahan rumah gadang. Kemegahan rumah gadang menjadi simbol dari kebesaran dan kebanggaan mulai dari seni arsitektur, fungsi, makna. Rumah gadang tuangan alam pikiran manusia – manusia minangkabau yang menganut falsafah hidup alam takambang jadi guru. Berlaku juga untuk rumah gadang dengan halaman yang luas, seni arsitektur, ukiran, fungsi, tata aturan pergaulan dalam rumah, fungsi bangunan, nilai – nilai moral yang terdapat dalam setiap sendi bangunan dan dilengkapi jejeran rangkiang sebagai lambang dari kemakmuran. Tapi apa jadinya rumah gadang ada di tengah hutan belantara. Hal ini adalah suatu hal yang unik terjadi di minangkabau.
Selama ini, rumah gadang adalah tempat tinggal yang di huni oleh beberapa keluarga yang dalam kesatuan suku. Rumah gadang merupakan simbol dari kebesaran kaum di dalam kampung. Akan tetapi bagaimana dengan rumah gadang yang letaknya di dalam hutan yang di tidak lagi ditempati dan dibiarkan berdiri begitu saja jauh dari pemukiman warga. Sungguh aneh rasanya, akan tetapi ini benar terjadi di daerah koto rajo di nagari Situjuah Ladang Laweh kabupaten lima puluh kota. Nagari situjuah ladang laweh memiliki luas wilayah 15, 93 km² memiliki 2 jorong yaitu jorong ateh dan jorong bawah. Koto rajo termasih dalam wilayah jorong ateh.
Rumah gadang koto rajo menyimpan misterinya sendiri. Rumah gadang ini menurut salah seorang warga yang masih tetap tinggal di kota rajo adalah tempat tinggal raja muda pagaruyung. Dan nama koto rajo sendiri diambil sebagai kota raja. Akan tetapi ini perlu diteliti secara lanjut. Karena Di dalam Barih Balabeh Luhak Limopuluah, Situjuah disebut dengan Hulu ( Luhak Limopuluah terdiri dari : Hulu, Luhak, Lareh, Ranah, dan Sandi )Yang dimaksud dengan ulayat Hulu adalah; berjenjang ke Ladang Laweh, bapintu ke Sungai Patai, Selingkar Gunung Sago adalah urang badunsanak, dimana dari Labuah Gunuang Mudiak sampai Bobai Koto Tinggi Hilia disebut dengan urang nan salareh Gunuang. Artinya kawasan ini adalah kawasan tua karena daerah ini adalah kawasan perbatasan antara luhak lima puluh kota dengan luhak tanah datar. Tanah datar sendiri adalah lurah tempat tinggal raja pagaruyung. Jarak antara koto rajo dengan pagaruyung sekarang tidak jauh.
Di halaman rumah gadang ini masih terlihat juga batu sandaran yang di duga sebagai tempat bermusyawarah. Mengacu pada medan nan bapaneh yang ada di minangkabau, batu sandaran yang ada di halaman rumah gadang ini memenuhi beberapa syarat dijadikan tempat bermusyawah. dalam petatah petiti yang masih dipakai dalam nagari situjuah ladang laweh yang “bajondang ka ladang laweh bapintu kasungai patai, ndak mungkin kusuik indak salasai, ujuang jo pangka nan tak jaleh, bajonjang juo ka sungai potai, batu sandaran di koto rajo, kok iyo kusuik kadisaolsaian, ujuang jo pangka nan lah basuo”
koto rajo sangant potensial sebagai pariwisata, selain satu – satunya rumah gadang yang berada di tengah rimba juga terdapat batu sandaran sebagai medan nan bapaneh tempat bermusyawarah. Kawasan koto rajo sendiri sekarang menjadi area pertanian warga dengan akses jalan yang belum memadai. Kawasan ini menjadi objek pariwisata kebudayaan yang unik dan menarik. Selain kondisi alam yang sejuk juga ada goa yang masih “perawan”. Ini menjadi objek wisata di daerah koto rajo situjuah ladang laweh. Rumah gadang ini disebut juga sebagai istano koto rajo.
Aulia Rahman
Rangkiang Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar