RAJA ALIF CHALIFATULLAH-RAJA ISLAM PERTAMA DI MINANGKABAU
MENELUSURI KISAH NUR ALAM
RAJA ALIF CHALIFATULAH- RAJA ISLAM YANG PERTAMA DI MINANGKABAU
Oleh; Anthonyswan.Pi.Art. Rangkayo Basa Batuah.
Ratik Karu-Karu adalah upaara ritual yang dilakukan masyarakat di Pagaruyung. Upacara itu konon acara Tolak Bala yang dilakukan menjelang musim panen padi tiba. Ketika itu tahun 1978, Acara dimulai dari bawah bukit batu Patah menuju Goa di puncak Bukit Batu Patah, sepanjang jalan yang dilalui masyarakat membaca tahlilan sambil melemparkan telor rebus setiap 10 meter perjalanan kea rah puncak. Konon, telur2 itu aka nada “ orang ghaib” yang akan memakannya selesai acara. ( wallahualam). Penduduk ketika itu mempercayai, kalau nasib lagi baik, akan berteu dengan Batang limau 7 (tujuh) ragam di luhak nan tigo yang ada di puncak Bukit dan apabila hal itu terjadi, sekembali acara masyarakat yang menemukan limau 7 rupa itu, boleh mengambil dedaunan apa saja diatas Bukit itu yang “ dipercayai” dapat berfungsi untuk obat.
Saya tak yakin akan ceritera itu, namun saya encoba untuk memahami acara ritual ini sebagai peninggalan budaya masa lalu. Ketika itu, dalam tahun 1978 upacara diadakan tak tanggung-tanggung, langsung di pimpin Bupati Tanah Datar, Kolonel H.Ikasuma Hamid.
Ada fikiran aneh menyelinap dalam otak saya ketika itu, seberapa sakti kah di puncak Bukit itu?..sampai masyarakat benar2 mempercayai kekuatan Ghoib yang ada di sana?...Saya mencoba mengungkai rahasia Bukit Batu Patah yang sakti itu sedikit dmi sedikit. Dari situah terungkap, ceritera seorang Pertapa tua bernama Nur Alam, yang mendirikan “ perumahan” disana bernama Nur Alam (orang kampong memanggilnya Nun Alam).
Ayah saya, H.Dj.Datuk Bandaro Lubuk Sati, adalah salah seorang pelaksana Pembangunan kembali Istana Pagaruyung, sekaligus pejabat Kepala Bagian Kebudayaan pada kantor Gubernur Sumatera Barat di Padang. Melalui karya beliau, Tutua Nan Badanga-Warih Nan bajawek dapat diketahui bahwa Nur Alam adalah seorang Raja yang mendirikan Parumahan itu dan dating dari Pariangan –Sungai Tarab yang dahulu bernama kerajaan Bunga setangkai.
Berdasarkan keterangan yang amat sedikit itulah, saya mencoba menelusuri siapa gerangan Nur Alam?.karena sangat banyak versi yang menyatakan Tentang Raja Alif Chalifatulah di Minangkabau. Ada Tiga Nara sumber yang akurat tentang Nur Alam, pertama adalah peristiwa terjadinya kota Lubuk Sikaping di Pasaman, ketika itu salah seorang Datuk yang berkuasa disana, ialah Datuk Sinaro yang memperebutkan batas sempadan negerinya dengan penghulu yang lain dan menyebabkan negeri itu terbelah dua kawasan, yang akhirnya bernama Lubuk Sikaping…pertelingkahan itu justru melibatkan Nur alam sebagai penengah perselisihan. Peranan Nur alam disitu disebutkan karena dia mewakili penguasa Aceh yang menguasai sebagian kawasan di Tiku dan Raja Syahbandar termasuk Juga Sundatar yang berada di gugusan Barat Bukit Barisan serta berpusat di pantai Pariaman ( Tiku)bersama Nur alam membawa seorang Putra yang dikenal bernama Admasyah.. Sumber kedua adalah, Onggang Parlindungan dalam Bukunya Tanku Rao Menulis Bahwa Nur alam, mewakili kekuasaan Aceh juga menguasai perniagaan lada di selingkar Danau Singkarak dalam hal ini, jelaslah bahwa Danau singkarak termasuk seiliran batang Bengkawas, adalah jalur menuju Pariangan melalui desa tua di Balimbing. Sumber ketiga adalah, sudara R.Indra Atassashi, salah seorang ciit keturunan Raja-raja Tamiang yang notabene adalah berkaitan langsung dengan raja-raja Samudra Pasai di Aceh embenarkan bahwa Nur alam adalah trah keturunan Raja Samudra Pasai yang ketika itu menjabat sebagai Panglima kerajaan Samudra Pasai yang menguasai Pantai Pariaman. Ada juga sebagaian pemerhati sejarah di Pagaruyung yang mengakui keberadaan Nur alam di Bukit Batu Patah dngan bermacam2 Versinya kemudian.
Menurut sumber di Aceh diketahui bahwa Nur alam sampai di Pariaman pada tahun 1617 M kemudian diketaui juga bahwa Nur alam menjadi Raja alam, bergelar Raja Alif (raja yang pertama ) tahun 1650 (Sumber tahun Marah Rusli dalam Plakat Panjang) seterusnya Raja alif ini mempunyai keturunan yang pergi ke Johor bernama Sultan Bagewang, puteranya yang lain bernama Rum Patualo yang kemudian bergelar Datuk Maharajo Indro yang mendirikan Rumah Bukit di bawah Bukit Batu Patah, lokasinya adalah di Balai Janggo. ( sekarang sudah di runtuhkan-lokasinya didepan Istana Silindung Bulan skarang)-sementara itu, Ricky Syahrul memiliki sumber yang cukup signifikan, bahwa rumah Bukit ternyata di akui juga oleh penulis Belanda yang tentu saja dikatakan sebagai Rumah Raja Ibadat.
Dari ungkapan yang dikemukakan sdr.Ricky Syahrul yang di ambil dari sumber penulis Belanda, sangat tampak disini bahwa ketika Sumpah Sakti Bukit Marapalam dibuat, maka yang terbentuk adalah Raja duo selo, yakni Raja Adat dan Raja Ibadat…Raja Ibadat justru digunakan rumah Bukit yang dengan jelas berasal dari peninggalan Nur Alam, sementara Raja Adat dari keturunan yang lain?....Tidak dapat di pastikan disini, apakah posisi Raja alam di hapuskan atau diambil oleh pihak tertentu. Barangkali, disinilah terjadi perebutan Kuasa yang menyebabkan dua keturunan tiga keturunan Nur alam keluar dari Minangkabau, yaitu Ahmadsyah, Raja Bagewang, Raja Manggoyang. Ketiga orang ini diketahui kemudian Admadsyah melalui Indragiri kembali ke Deli tua, sementara Manggoyang meminta perlinduangan di Indragiri dan berkubur di Bengkulu, anaknya yang lain membawa Raja Kecik ke Pagaruyung?..dan kembali ke Johor dari Johor melalui Ulu Pahang dan meninggal di kawasan Jelebu…tidak diketahui dimana kuburnya.
Siapakah yang memperebutkan kuasa sesudah itu?.....mari kita telusuri bersama…….. Kenapa ada gelaran Mahkota alam di Pagaruyung?...adakah itu diambil dari Aceh ataukah dia tercipta sendiri di Pagaruyung sesudah Kmatian Nur alam sebagai Raja Alif?...dan kepergian anak2 mereka???
Beberapa sumber mengatakan, bahwa tahun 1650 terbentuk lembaga Raja Duo selo melalui Ikrar Sumpah Satih Bukit Marapalam, yaitu pertanjian antara kaum adat dan Kaum agama....Raja duo selo, yakni raja Adat dan Raja Ibadat, Maknanya Perjanjian Bukit Marapalam dibuat sesudah Nur Alam ( Sultan Alif meninggal dunia dan di kuburkan di Pagaruyung, Dengan alasan itu, penerus Sultan Alif, adalah Rum Patualo, bergelar Maharaja Indra ( sekarang Datuk), sesudah Maharajka Indra, ada dua nama yang tersingkir...Bagewang dan Raja Manguyang.....sebuah sumber mengatakan bahwa Rumah Bukit ( Rumah kayu yang pertama) di Pagaruyung dibuat oleh Maharajo Indo ( sekarang Datuk)....dan sumber Belanda mengatakan, kalau Rumah Bukit itu adalah Tempatnya Raja Ibadat sesudah era Sumpah Satih Bukit Marapalam.
Logikanya adalah, wajar saja jika para penerus Sultan Alif Chalifatullah dikatakan sebagai Raja Ibadat, karena memang mereka adalah penyebar agama Islam...akan tetapi mengapa ada lagi Raja alam, pada hal Sultan Alif sudah meninggal?...andaikata pun harus ada, tentulah gelar Raja di terima anak2nya, karena adat Raja turun dari ayah kepada anaknya...mengapa justru anak2nya lari keluar Minang dan meminta perlinduingan ke Indrapura dan Jelebu di Malaysia?.....
Anthonyswan Rangkayo basa batuah
Sumber=saranawisataenterprise.blogspot.co.id
lengkap sekali infonya kak
BalasHapuscasing sosis yang bisa dimakan