Syeikh Sulaiman Arrasuli, Orang Minang Pertama Memimpin Sidang Konstituante 1955
Syeikh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) merupakan seorang tokoh yang menggalang spirit kebangsaan melalui organisasi moderen.
"Untuk memperjuangkan kemerdekaan selain dari menggunakan senjata ia juga mendirikan organisasi moderen ketika itu yang bernama Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI) tahun 1930 yang merupakan cikal bakal Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
Selain mendirikan organisasi moderen di Sumatera Barat, Syeikh Sulaiman Arrasuli juga merupakan orang Minang pertama memimpin sidang konstituante tahun 1955.
"Nah untuk diketahui, sidang kostituante merupakan hasil dari pemilu pertama tahun 1955, dalam Pemilu tersebut ada dua kesepakatan, pertama memilih anggota DPR dan yang kedua memilih anggota kostituante, ini merupakan perumus dari konstitusi Republik Indonesia.
Sementara itu, Sejarawan Indonesia Taufik Abdullah, menyebutkan bahwa tanpa diusungpun menjadi Pahlawan Nasional, Syeik Sulaiman Arasuli sudah lebih dahulu diakui kepahlawannya oleh masyarakat Indonesia dan negara lainnya.
"Pengusulan pahlawan sudah dibuat regulasinya, semasa Presiden Sukarno tidak ada Undang Undang yang mengatur gelar kepahlawanan, selain itu ia juga dihormati oleh negara negara tetangga, seperti Malaysia, Fattani (Tailand) dan negara negara lainnya karena banyaknya murid murid beliau yang berasal dari daerah tersebut," jelas Taufik Abdullah.
Karomah Syekh Sulaiman Ar Rasuli, Ulama yang Takuti Belanda dan Jepang
Terlahir dengan nama Muhammad Sulaiman bin Muhammad Rasul di Candung, Sumatera Barat pada 1287 H/1871 M, Syekh Sulaiman Ar Rasuli termasuk tokoh ulama yang gigih mempertahankan mazhab Syafi'i. Ayahnya, Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di kampung halamannya.
Sejak kecil Syekh Sulaiman Ar Rasuli memperoleh pendidikan agama, dari ayahnya. Sebelum meneruskan studinya ke Mekkah, Sulaiman pernah belajar kepada Syekh Yahya al-Khalidi Magak, Bukittinggi, Sumatera Barat.Ulama yang seangkatan dengannya antara lain adalah Kiai Haji Hasyim Asyari dari Jawa Timur.
Ketika tinggal di Mekkah, Syekh Sulaiman Ar Rasuli selain belajar dengan Syekh Ahmad Khatib Abdul Lathif al-Minangkabawi, dia juga mendalami ilmu-ilmu daripada ulama Kelantan dan Patani. Antaranya, Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani.
Pada 1908 Syekh Sulaiman Ar Rasuli kembali ke Minangkabau dan mulai membuka majelis pengajaran Madrasah Tarbiyah Islamiah Candung. Murid-muridnya yang belajar tidak hanya berasal dari daerah Bukittinggi, melainkan juga datang dari berbagai wilayah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Tapanuli, Aceh, dan bahkan, ada yang datang dari Malaysia.
Bersama rekannya Syekh Ladang Lawas dan Syekh Muhammad Jamil Jaho, Syekh Sulaiman Ar Rasuli mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) tahun 1928 yang merupakan organisasi massa Islam bermazhab Syafi’i berbasis di Sumbar.
Berdasarkan catatan yang dikutip dari moslemforall, salah satu karomah Syekh Sulaiman Ar Rasuli yaitu ketika dia akan ditangkap oleh tentara Belanda saat sebelum kemerdekaan. Ketika itu tentara Belanda bermaksud menangkapnya saat Syekh Sulaiman Ar Rasuli mengajar mengaji.
Namun pada saat mengajar, Syekh Sulaiman Ar Rasuli berfirasat akan ditangkap. Ketika menyadari hal itu, dia yang biasanya berada di tempat pengajaran, keluar dan berjalan di jalan desanya bukan untuk melarikan diri.
Selang beberapa saat kemudian kendaraan yang membawa tentara Belanda untuk menangkapnya lewat tepat dihadapannya. Lalu tentara Belanda berhenti, Syekh Sulaiman Ar Rasuli pun langsung bertanya.
“Hendak kemana tuan-tuan semuanya”? Ketika itu tentara Belanda tidak mengenal wajah Syekh Sulaiman Ar Rasuli. Namun mereka berpatokan kepada siapa yang sedang mengajar di MTI itulah Syekh Sulaiman Ar Rasuli.
Memang pada hari itu satu-satunya yang mengajar di MTI adalah dia. Oleh karenanya mereka menjawab, “Kami hendak bertemu dan menangkap Syekh Sulaiman,”.
Namun Syekh Sulaiman malah menawarkan mereka singgah untuk beristirahat di rumahnya sembari mengatakan, “Alangkah baiknya tuan-tuan singgah terlebih dahulu di rumah saya. Karena tuan-tuan pasti akan bertemu dengan orang yang tuan-tuan cari”.
Setelah beristirahat dan berbincang-bincang dengannya, lalu mereka bertanya?. “Mana Syekh Sulaiman yang tuan katakan itu”? dia menjawab, “Syekh Sulaiman yang tuan-tuan cari itu adalah saya sendiri”.
Mereka merasa terkejut ketika mendengarkan pengakuannya. Tetapi anehnya, tentara Belanda mengurungkan niat untuk menangkapnya tanpa alasan yang jelas. Bahkan, mereka langsung meminta maaf. Inilah di antara bentuk karomah perlindungan Allah SWT kepada seorang ulama.
pada masa pendudukan Jepang, Syekh Sulaiman Ar Rasuli ditetapkan sebagai pimpinan Majelis Islam Tinggi (MIT), yang merupakan satu badan koordinasi alim ulama Minangkabau.
MIT sangat berpengaruh dan disegani oleh penguasa Jepang di tanah Minang. Konon dari MIT ini lahir Laskar Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia seperti Lasymi, Hizbullah (Masyumi), Laskar Muslimat yang kemudian menjadi barisan belakang penyedia logistik bagi pejuang bertempur di front terdepan melawan tentara KNIL di Wilayah Sumbar.
Tak heran akhirnya Syekh Sulaiman Ar Rasuli begitu disegani oleh para pembesar Belanda dan Jepang saat menduduki Nusantara.
Dia wafat dalam usia 85 tahun pada 28 Rabi‘ul Akhir 1390 H/1 Agustus 1970, dan dimakamkan di Kompleks Madrasah Tarbiyyah Islamiyyah, Candung, Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pada pemakaman, diperkirakan 30.000 umat Islam dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya hadir untuk memberikan penghormatan terakhir pada jasad Syekh Sulaiman Ar Rasuli, termasuk para pemimpin dari Jakarta, bahkan juga dari Malaysia.
Konon Bendera Republik Indonesia dikibarkan setengah tiang selama tiga hari berturut-turut oleh Pemerintah dan rakyat Sumatera Barat, untuk menyatakan rasa turut berbelasungkawa.
Syekh Sulaiman Ar Rasuli dinilai telah melakukan banyak hal demi kepentingan umat dan bagi perintis kemerdekaan Republik Indonesia. Baik dari segi agama, adat-istiadat, sosial, pendidikan, bahkan hingga dunia perpolitikan di masa lalu. Syekh Sulaiman Ar Rasuli juga pernah menjadi Ketua Badan Konstituante. Dia bahkan dianugerahi gelar Tokoh Perintis Kemerdekaan RI pada tahun 1969 sehingga dinilai telah memenuhi kriteria diajukan sebagai Pahlawan Nasional.
Kemudian Pemerintah Kabupaten Agam mengusulkan Syekh Sulaiman Ar Rasuli menjadi Pahlawan Nasional.
Sumber:
- wikipedia
- moslemforall
- info jambi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar