Rabu, 11 Juli 2018

Sebelum Dikoloni Spanyol,Filipina Dipimpin Perantau Minang

Sebelum Dikoloni Spanyol, Filipina Dipimpin Perantau Minang

Armada Spanyol menamai negeri yang baru mereka kuasai itu; Philipina—sebagai penghormatan kepada King Philip, suami Tuan Putri Joanna. Jauh sebelum itu, negeri itu dipimpin oleh seorang pengembara dari Minangkabau.

Armada laut Spanyol pimpinan Ferdinand Magellan mendapat perlawanan dari armada Sultan Sulaiman yang menguasai Pulau Seleudung (kini Luzon, Filiphina).

Di antara penyebab pecahnya pertempuran itu karena Spanyol yang baru datang langsung mengklaim bahwa itu wilayah mereka.

Dengan menancapkan bendera Spanyol yang bertanda salib, penguasa setempat yang notabene Islam lantas memberikan perlawanan. Masa-masa itu memang masih kental nuansa Perang Salib.

Siapa penguasa Islam di negeri yang hari ini bernama Filiphina itu?

Langkah penyiaran Islam (di Filiphina--red) dimulai anak-anak Minang yang bertualang di lautan dan kemudian dilanjutkan oleh para Sayid dan para Syarif turunan Arab.

Begitu dilansir dari Naqeeb Saleeby dari Filiphina dalam karyanya Ethonological Studies in Moro History, Law and Religion (Department of Interior Ethnilogical Survey Publications, Berau of Republic Printing, 1905), yang mengulas sejarah Sulu dan Mindanao serta silsilah Kesultanan di sana

Karya itu dicuplik oleh Sayid Alwi bin Tahir Al Haddad, Mufti Kerajaan Johor (Malaya) dalam karya berbahasa Arab yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh oleh S. Muhammad Dija Shahab. Diterbitkan oleh Almaktab Addaimi, pada 1957.

Di halaman 37 dan 41 buku itu dapat kita sarikan bahwa Raja Baginda dan Makhdum Awal yang mempunyai kapal sendiri mengelilingi pulau-pulau dan menyiarkan agama Islam.

Hingga hari ini, makam Makhdum Awal masih bisa dilihat di Pulau Tapu, Filipina.

Raja Baginda, sebagaimana dicatat sejarah, adalah pengembara dari Minangkabau yang menyiarkan agama Islam dan menjadi Raja Sulu dan Wansa.

Raja Baginda punya murid bernama Sayid Syarif Abubakar anak Sayid Syarif Ali Zainal Abidin bin Ali Albagir, saudara Sayid Syarif Kabungsuan dari Johor.

Ia pernah jumpa Makhdum Awal di Sumatera dan menulis buku Addur-al-Mandzum yang berisi 90 pasal ke-Islaman untuk pedoman dan contoh bagi Sultan Iskandar Syah dari Johor.

Sayid Syarif Abubakar lah yang mendirikan masjid pertama di Sulu, Sandakan, pada 854-855 Hijriah atau 1450-1480 Masehi.

Dia menikah dengan Paramesuli, anak perempuan Raja Baginda. Sebelum menikah, Abubakar sudah terlebih dahulu sudah menjadi kepala para penghulu dan imam.

“Di situ ia beristrikan Paramesuli anak Raja Baginda...tentu dapat dipercayai bahwa Sayid Syarif Abubakar itu diangkat sebagai pengganti Raja Baginda yang tidak mempunyai anak laki-laki. Raja sendiri sudah menyerahkan kepadanya semua kekuasaan yang ada padanya atas seluruh Buansa dan Sulu. Ia diangkat oleh Raja sebagai walinya. Semuanya dilakukan dengan persetujuan para pembesar dan orang-orang berkuasa. Orang-orang Sulu menamakannya Sultan Syah Syarif Al Hasyimi dan ia dipanggilkan Sultan,” sebagaimana tertera di halaman 57.

Nah, dari trah inilah armada Sultan Sulaiman yang menghadang armada Spanyol berasal.

Dalam perang pada 27 April 1521 itu, Lapu Lapu seorang pemuka Islam di wilayah setempat berhasil membunuh Ferdinand Magellan.

“Telah gugur pemandu, cahaya, dan pendukung kami,” tulis Pigafetta, penulis ikut serta dalam ekspedisi Spanyol sewaktu mencari rempah-rempah.

Jurnal Pigafetta yang legendaris itu “pada gilirannya tiba di tangan vikaris asal Inggris, Samuel Purchas, yang antologi eksplorasi monumentalnya berjudul Purchas His Pilgrimate, menginspirasi petualangan-petualangan pada pelaut dan saudagar Inggris mencari Kepulauan Rempah, negeri yang hari ini bernama Indonesia.

Armada Spanyol berikutnya dapat merebut Pulau Seleudung. Dan mengganti nama tempat itu menjadi Luzon. Menasranikan penduduknya, sesuai dengan Inter Devinae Caetera dari Paus Alexander VI.

Dan lalu menamai negeri yang baru dikuasai itu Philipina—sebagai penghormatan kepada King Philip, suami Tuan Putri Joanna.

Pada 1886, di lokasi terbunuhnya Magellan, pemerintahan Spanyol semasa Isabella II membangun monumen untuk mengagungkan Magellan sebagai pemimpin besar ekspansi Spanyol.

Dan di tempat yang sama, Perhimpunan Historis Filipina, pada 1951 membangun monumen mengagungkan Lapu Lapu sebagai seorang pahlawan yang menentang agresi Barat.

Bagaimana pun, bagi penduduk setempat yang kini mayoritas Nasrani, Lapu Lapu adalah pahlawan kebanggan mereka. Dan Ferdinand Magellan, bagaimana pun juga adalah orang yang membawa ajaran Kritus ke Filiphina.

(jpnn.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar