Selasa, 17 Juli 2018

Lie Saay Orang Cina Pendiri Pasar Raya Padang

Lie Saay, Orang Cina Pendiri Pasar Raya Padang
Yose Hendra

Pasar Raya Padang tetap berdiri kokoh ditengah kepungan pasar modern. Pasar yang berusia lebih dari 100 tahun ini tetap menjadi urat nadi Kota Padang.

Kondisinya yang masih berantakan tidak lantas ditinggal. Lihat saja sore hari, orang-orang menjubeli pasar ini.

Lalu bagaimana mulai pasar penanda perjalanan Kota Padang ini?

Adalah Lie Ma Saay, seorang Kapten Cina yang memulainya. Cukong Candu ini melihat usaha pasar sangat menarik ketika melihat usaha serupa yang berkembang di bantaran sungai Batang Arau, sekitar kawasan Pondok sekarang.

Lie Saay adalah seorang cukong candu yang tinggal di Padang. Diduga, kekayaannya bersumber dari monopoli bisnis candu.
Pada pertengahan abad 19, seperti yang ditulis oleh Rusli Amran dalam buku Padang Riwayatmu Dulu ada sejumlah pasar di kawasan pinggir Batang Harau yang dibuka oleh swasta. Seperti Badu Ata & Co dengan membuka Pasar Mudik. Lalu, Gho Lam San, mendirikan pasar antara Kampung Jawa dengan Pasar Mudik.

Beberapa gabungan pengusaha Cina juga mendirikan pasar Tanah Kongsi. Tapi kebakaran menjadi momok menakutkan. Hampir semua pasar ini pernah dilalap api. Seperti kasus kebakaran Pasar Mudik tahun 1882.

Lie Saay sendiri pernah mendirikan pasar di Kampung Cina (Pondok), dimana pengelolaannya diserahkan kepada Poa Leng. Namun Poa Leng menyalahgunakannya, sehingga usaha ini gagal.

Bagaimana pun desakan pengembangan Padang menjadi hal yang tidak terelakkan. Perkembangan kota mengarah ke arah utara, karena masih lapang. Lie Saay menangkap peluang dengan membuka pasar di kawasan Pasar Baru atau sekitar Kampung Jawa.

Ihwalnya, Lie Saay membuka pasar kecil. Seperti usaha yang dibuka pertama kali, pasar ini belum ramai dikunjungi orang. Terlebih, empat pasar yang eksis seperti Pasar Mudik, Tanah Kongsi, pasar milik Gho Lam, dan pasar yang masih dikelola oleh Lie Saay sendiri.

Lie Saay cukup cerdik. Dia menghantam kompetitor dengan membajak orang terbaiknya. Hal ini dilakukan kepada Pasar Mudik. Nurut namanya. Dia merupakan manajer dari Pasa Mudik yang dimiliki oleh Badu Ata.

Bukan menjadikan Nurut sebagai manajer pasar baru di Kampung Jawa, Lie Saay justru menempatkan dia sebagai pengelola di bidang angkut kopi. Alhasil, tanpa kepemimpinan Nurut yang terkenal handal, Pasar Mudik melemah.

Lalu bagaimana dengan pasar Tanah Kongsi? Sama halnya dengan Pasar Mudik, karena kepemilikannya banyak orang, lambat laun mulai pecah kongsi, dan tak kuat bersaing dengan pasar yang dikelola oleh Lie Saay.

Pasar Gho Lam, mampu menjadi pesaing pasar yang dikelola Lie Saay dalam cukup waktu lama. Namun, api menjadi musuh terbesar, sehingga pasar ini pun pudur ditengah persaingan dengan pasar yang dikelola Lie Saay jelang berakhirnya abad 19.

Alkisah, Gho Lam, menjual pasar ini kepada Goen Hat, masih keluarga dengan Lie Saay. Pasar yang menjadi warisan Goen Hat ini tidak jauh dari Kampung Jawa, pasarnya Lie Saay.

Lambat laun penjual dan pembeli berkelindan mencipta keramaian. Antara pasar yang dikelola Goen Hat dan Li Saay pun menyatu menjadi tempat jual beli yang dikenal Pasar Raya Padang.

Pengelolaan Pasar Raya secara individu berdampak pada peningkatan kekayaan Lie Saay. Betapa tidak, dia memonopoli pasar, dengan harga sewa tempat yang ditetapkan secara pribadi.

Lie Saay sebagai seorang cukong mempunyai koneksi luas. Dia juga seorang dermawan. Seperti menjadi donator pembangunan sebuah gereja Protestan (Koepekerk) yang diresmikan tahun 1881 di Padang.
Hal ini kemudian menuai kritik dari banyak orang. Mereka mengkritik pasar tidak seharusnya dikelola oleh swasta melainkan oleh pemerintah.

Pada akhirnya, seperti yang ditulis Rusli Amran, pemerintah Kotapraja Padang mengambil alih pasar dari tangan Lie Saay dengan mengganti aset yang dia miliki.

Siapa Lie Saay sebenarnya? Lie Saay adalah seorang cukong candu yang tinggal di Padang. Diduga, kekayaannya bersumber dari monopoli bisnis candu.

Oleh pihak Belanda hal ini tidak masalah, justru diposisikan sebagai orang penting karena kekayaannya.

Bulan Desember 1860, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan dengan isi lebih kurang 1 kapten dan 2 letnan Cina untuk keterwakilan masyarakat Cina.

Lie Saay menjadi orang pertama yang ditunjuk setelah keluar keputusan ini. Dia menggantikan pimpinan etnis Cina sebelumnya, Lie Piet. Tahun 1883, Lie Saay bahkan diangkat menjadi mayor, gelar yang disandangnya hingga akhir hidup pada tahun 1898.

Lie Saay sebagai seorang cukong mempunyai koneksi luas. Dia juga seorang dermawan. Seperti menjadi donator pembangunan sebuah gereja Protestan (Koepekerk) yang diresmikan tahun 1881 di Padang.

Saking kayanya, seperti yang dikutip dari Empire of Reason (Exact Sciences in Indonesia, 1840-1940) yang ditulis oleh Lewis Pyenson, Lie Saay menjadi seorang yang memiliki teleskop terbesar di Hindia Timur.

Teleskop ini kemudian dihibahkan ke Observatorium Bosscha.

Kekayaannya dan kedekatannya dengan pejabat Belanda dirasa kuat menggampangkan Lie Saay untuk memonopoli apa pun, termasuk pasar pada awalnya.
(Foto=Pasar Raya Padang atau dulunya pasar di Kampung Jawa, yang didirikan oleh seorang Kapten Cina, Lie Saay, pada tahun 1880-an. Lalu pemerintah mengambil alih, dan menjadi Pasar Raya Padang hingga hari ini. (Foto: http://media-kitlv.nl/)
(Foto=Suasana Pasar Mudik tahun 1930. Pasar ini didirikan oleh pribumi, Badu Ata & Co. Sempat ramai sebelum kehadiran pasar di Kampung Jawa atau Pasar Raya yang dirintis oleh Lie Saay. (Foto: http://media-kitlv.nl/)

Sumber=padangkita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar